Senin, 29 Mei 2017

Cara Pemasangan KB Implan Yang Benar - KB Susuk


2.      Keuntungan kontrasepsi Implant
Ø  Sangat efektif (0.05–11 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian)
Ø  Segera bekerja efektif (< 24 jam)
Ø  Metode jangka panjang (perlindungan sehingga 5 tahun)
Ø  Pemeriksaan panggul tidak diperlukan sebelum pemakaian
Ø  Tidak mengganggu proses sanggama
Ø  Tidak berpengaruh pada produksi ASI
Ø  Kesuburan segera pulih setelah dilepaskan
Ø  Efek samping minimal
Ø  Klien hanya kembali apabila ada masalah
Ø  Tidak perlu pemeriksaan tambahan untuk klien
Ø  Dapat dipasang oleh petugas kesehatan terlatih (dokter, bidan atau perawat)
Ø  Tidak mengandung estrogen
3.      Keuntungan Nonkontrasepsi
Ø  Mengurangi insidensi KET
Ø  Dapat mengurangi kram dan perdarahan menstruasi
Ø  Dapat memperbaiki anemia
Ø  Mengurangi insidensi kanker endometrium dan tumor jinak payudara
Ø  Melindungi dari beberapa penyebab penyakit radang panggul
Ø  Mengubah pola haid (tidak teratur/spoting) pada kebanyakan wanita
Ø  Memerlukan petugas terlatih khusus
Ø  Pengguna harus kembali pada petugas atau klinik untuk pemakaian baru ataupun melepaskannya
4.      Keterbatasan
Ø  Tidak dapat dihentikan sendiri (harus dicabut oleh petugas)
Ø  Efektifitasnya berkurang bila klien menggunakan beberapa jenis obat tertentu seperti anti konvulsan (fenitoin / barbiturat) atau tuberkulostatika (rifampin) bersamaan dengan implant
Ø  Efisiensi finansial sangat tergantung pada lama pemakaian
Ø  Tidak dapat melindungi terhadap PMS (HBV, HIV/AIDS)
5.      Implants Sesuai Untuk
Wanita:
Ø  Dalam usia reproduksi dan semua paritas termasuk nulipara
Ø  Menghendaki kontrasepsi sangat efektif, jangka panjang tetapi belum ingin menghentikan fertilitas (Kontap).
Ø  Belum ingin hamil dan sedang memberikan ASI (pascanifas 6 minggu)
Ø  Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI atau Pascakeguguran
Ø  Dengan sejarah KET
Ø  Hipertensi < 160/90, masalah pembekuan darah, anemia bulan sabit
Ø  Mengalami kram menstruasi sedang atau berat
Ø  Perokok (tanpa batas usia dan jumlah batang rokok)
Ø  Yang tidak ingin atau tidak boleh menggunakan estrogen
Ø  Pelupa atau seringkali lupa minum pil setiap hari
6.      Pada Wanita sedang Laktasi
Ø  Tidak mengganggu produksi ASI
Ø  Tidak ada efek sampingan pada:
§  Waktu memberikan ASI
§  Kualitas ASI
§  Tumbuh-kembang bayi
7.      Tidak Sesuai untuk(WHO kelas 4):
Wanita dengan kondisi sebagai berikut:
Ø  Hamil (dipastikan atau kemungkinan)
Ø  Mengalami perdarahan per vaginam yang belum jelas penyebabnya atau diduga mempunyai masalah serius pada organ ginekologi
Ø  Mengidap karsinoma payudara
8.      Perlu Pertimbangan (WHO kelas 3)
Norplant implants tidak dianjurkan kecuali apabila metoda lain tidak ada atau tidak sesuai dengan kondisi klien yang mengalami:
Ø  Ikterus (aktif simptomatik)
Ø  Penyakit jantung iskemik (riwayat atau sedang)
Ø  Kanker payudara
Ø  Neoplasia hati  (baru berupa hipotesis)
Ø  Pemakaian obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau tuberkulosis (rifampin)
9.      Kondisi yang masih memberi peluang untuk penggunaan
Norplant implants dapat digunakan secara aman pada klien yang :
Ø  Penyakit diabetes mellitus (tanpa komplikasi atau < 20 tahun lamanya)
Ø  Penyakit hepatitis (asimptomatik dan pembawa)
Ø  Hipertensi (< 160/90)
Ø  Riwayat pre-eklampsia
Ø  Perokok (tanpa batasan usia atau jumlah batang rokok)
Ø  Penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan (dengan atau tanpa istirahat lama di ranjang)
Ø  Penyakit katup jantung (termasuk yang asimptomatik)
Ø  Penyakit  tromboemboli vena (darah beku)
10.  Waktu Penggunaan
Ø  Setiap waktu wanita tersebut dinyatakan tidak hamil
Ø   Dalam 7 hari pertama menstruasi
Ø   Pascapersalinan:
§  sesudah 6 bulan jika memakai metode laktasi amenorea (MLA)
§  setelah 6 minggu jika memberikan ASI tetapi tidak memakai MLA
§  Segera setelah 6 minggu jika tidak memberikan ASI
§  Dalam 11 hari pertama pascakeguguran
11.  Instruksi untuk klien
Ø  Jaga tempat insersi tetap kering selama 48 jam.
Ø  Beri balutan ketat selama 48 jam dan biarkan Band-Aid atau plester menutupi luka hingga sembuh (3–5 hari).
Ø  Lebam, bengkak dan nyeri di tempat insersi adalah hal yang normal terjadi.
Ø  Kerja rutin dapat dilakukan segera, hindarkan cemaran pada luka insisi, mengangkat beban berat atau menekan luka insisi secara kuat
Ø  Setelah sembuh, luka dapat disentuh dan dibersihkan seperti biasa.
12.  Tanda bahaya
Kembali ke klinik jika:
Ø  Tidak dapat haid setelah beberapa siklus sebelumnya teratur (kemungkinan hamil)
Ø  Sakit perut bawah yang hebat/tidak tertahankan
Ø  Perdarahan berat
Ø  Nanah atau perdarahan pada luka insisi
Ø  Infeksi luka bedah
Ø  Kapsul mencuat keluar
Ø  Sakit kepala
Sumber : Siti latifah Fasilitator CTU Bondowoso.

Rabu, 03 Mei 2017

paper tentang prematur, postmatur, iufd, dan iugr



A.   PERSALINAN PREMATUR

1.      Pengertian
a.       Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 20-37 mingggu. (Arie Mansjoer.2001:274)
b.      Partus Prematurus adalah kehamilan 28-37 minggu dengan berat badan lahir 1000-2500 gram. ( Rustam Mochtar.2011:153)
c.       Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20-37 minggu) atau berat badan janin kurang dari 2500 gram. ( Sarwono.2009:300)
d.      Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.  ( ACOG 1995 dalam Sarwono.2014:668)
e.       Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram. ( Manuaba.2010:294)

2.      Etiologi
Persalinan prematur sulit di duga dan sulit dicari penyebabnya, sehingga pengobatannya sukar dapat di terapkan dengan pasti. Beberapa faktor yang menyebabkan persalinan prematur adalah:
a.       Kondisi umum
a)      Keadaan sosial ekonomi rendah: kurang gizi, anemia, perokok berat (lebih dari 10 batang /hari), umur ibu terlalu muda atau telalu tua di atas 35 tahun.
b)      Penyakit ibu yang menyertai kehamilan: tekanan darah tinggi, penyakit diabetes, penyakit jantung atau paru, penyakit endokrin, terdahapat faktor rhesus.
b.      Penyulit kebidanan. Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan prematur di antaranya:
a)      Hidramnion, kehamilan kembar, preeklamsia / eklamsia.
b)      Perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
c)      Ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, suhu tubuh tinggi.
c.       Kelainan anatomi rahim karena keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini ( servik inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks) dan kelainan kongenital rahim ( uterus arkuatus, uterus septus), atau infeksi pada vagina asenden (naik) menjadi amnionitis. ( Manuaba.2010:295)
Faktor resiko prematuritas dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Faktor resiko mayor
a)      Kehamilan multipel
b)      Hidramnion
c)      Anomali uterus
d)     Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
e)      Serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
f)       Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
g)      Riwayat persalinan preterm sebelumnya
h)      Operasi abdominal pada kehamilan preterm
i)        Riwayat operasi konisasi
j)        Iritabilitas uterus
b.      Faktor resiko minor
a)      Penyakit yang disertai demam
b)      Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
c)      Riwayat pielonefritis
d)     Merokok lebih dari 10 batang/hari
e)      Riwayat abortus pada trimester II
f)       Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali
( Taufan nugroho.2012:150)


3.      Patofisiologis Persalinan Prematur
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan yaitu :
1)      Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2)      Inflamasi/infeksi
3)      Perdarahan plasenta
4)      Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.12
4.      Manifestasi Klinis   
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat di pakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
a.       Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit.
b.      Adanya nyeri punggung bawah ( low back pain)
c.       Perdarahan bercak
d.      Perasaan menekan daerah serviks
e.       Pemeriksaan servik menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
f.       Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
g.      Selaput ketuban pecah merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
h.      Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
( Sarwono.2014:671)

5.      Pemeriksaan Penunjang
1)      Laboratorium
a.       Pemeriksaan kultur urine
b.      Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c.       Pemeriksaan darah tepi ibu: jumlah leokosit
d.      C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan di deteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik non spesifik kuman Pneumococcus yang di sebut fraksi C. CRP di bentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2)      Amniosintesis
a.       Hitung leokosit
b.      Pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnoinitis
c.       Kultur
d.      Kadar IL-1, IL-6
e.       Kadar glukosa cairan amnion
3)      Pemeriksaan Ultrasonografi
a.       Oligohidramnion: Goulk dkk, mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos dkk, mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan koloni baktari pada amnion.
b.      Penipisan serviks: Iams dkk, mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat di pastikan akan terjadi persalinan preterm.
c.       Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus KPD dan plasenta previa
d.      Kardiotografi: kesejahteraan janin, frekuensi, dan kekuatan kontraksi. ( Taufan Nugroho.2012:152)
Menurut Arief Mansjoer,2001:274, pemeriksaan penunjang untuk persalian prematur yaitu:
a.       Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
b.      Urinalisis
c.       Ultrasonogram untuk melihat taksiran berat janin, posisi janin, dan letak plasenta
d.      Amniositesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin, sfingomielin, surfaktan, dll.

6.      Penatalaksanaan
Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke rumah sakit, cari apakan ada faktor penyulit, dinilai apakah termasuk resiko tinggi atau rendah.
1)      Sebelum dirujuk
a.       Berikan air minum 1.000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakan kontaksi berhenti atau tidak
b.      Bila kontraksi masih berlanjut, berikan obat tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral dosis tunggal sebagai pilihan pertama atau ritodrin 10 mg peroral dosis tunggal sebagai pilihan kedua, atau ibuprofen 400 mgperoral dosis tunggal sebagai pilihan ketiga
c.       Bila pasien menolak dirujuk, pasien harus istirahat baring dan banyak minum, tidak diperbolehkan bersenggama. Pasien diberi tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral tiap 6 jam atau ritodrin 10 mg peroral tiap 4 jam atau ibu profen 400 mg peroral tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.
d.      Persalinan tidak boleh di tunda bila ada kontraindikasi mutrak (gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relatif ( gestosis, diabetes millitus, pertumbuhan janin terhambat, dan pembukaan servik 4 cm).
2)      Di rumah sakit
a.       Observasi pasien setiap 30-60 menit. Penatalaksaannya tegantung kontraksi uterus serta dilatasi dan pembukaan serviks.
a)      Hidrasi dan sedasi, yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9%, dekstrosa 5% atau ringer laktatrdekstrosa 5% sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 8-12 mg im selama 1 jam sambil mengobservasi ibu dan janin.
b)      Pasien kemudian di kelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
Kelompok I           : Pembukaan serviks terus berlangsung maka di beri tokolisk
Kelompok II         : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi maka di beri tokolisis
Kelompok III        : Tidak ada perubahan pembukaan  dan kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya di observasi
Berikan tokolisis bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu, pembukaan serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada. Jenis tokolisis adalah beta mimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 g ( 200 ml MgSo4 10% dalam 800 ml dekstrosa 5% dengan tetesan 100 ml/jam), etil alkohol dan glukokortikoid (contoh deksanietason 12 fhg perhari selama 3 hari).
Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan episiotomi lebar dan ada perlindungan forseps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesaria bila janin letak sungsang, gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, infeksi intrapartum dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, plasenta previa, dan taksiran berat janin 1.500 g. (Arief Mansjoer. 2001:274)




7.      Perawatan Neonatus
Untuk perawatn bayi preterm baru lahir perlu di perhatikan keadaan umum, biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernafasan yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat di perlukan untuk mencegah hipotermia pada neonatus ( suhu badan di bawah 36,50c ), bila mungkin bayi sebaiknya di rawat cara kanguru untuk menghindarkan hipotermi. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI di berikan lebih sering, tetapi bila tidakk mungkin, diberikan dengan sonde atau di pasang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif. ( Sarwono,2014:675)

B.     PERSALINAN POSTMATUR
1.      Pengertian
a.       Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/pos datisme atau pasca matur adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari ( WHO 1977, FIGO 1986 dalam Sarwono, 2014:686)
b.      Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu. ( Sarwono,2009:305)
c.       Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir di ketahui dengan pasti. (Taufan Nugroho, 2012:142)

2.      Etiologi
Etiologi pasti belum di ketahui. Faktor yang di kemukakan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor heriditer, karena posmaturitas sering di jumpai pada suatu keluarga tertetu.

3.      Manifestasi Klinis
1)      Keadaan klinis yang dapat di temukan ialah gerak janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali / 20 menit atau secara obyektif dengan kardiotokografi kurang dari 10 kali/20 menit.
2)      Pada bayi akan di temukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
a.       Stadium I  : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas
b.      Staduim II : seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium ( kehijauan ) di kulit.
c.       Stadium III : seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku kulit, dan tali pusat. ( Tufan Nugroho, 2001: 276)

4.      Pemeriksaan Penunjang
1)      USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta
2)      KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin
3)      Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi     ( tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin)
4)      Pemeriksaan sitologi vagina dengan indekskariopiknotik > 20%.    ( Taufan Nugroho, 2001:276)

5.      Penatalaksanaan
1)      Setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2)      Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat di tunggu dengan pengawasan spontan.
3)      Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sedah matang maka boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi
4)      Bila
a.       Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim,
b.      Terdapat hipertensi, preeklamsia dan
c.       Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas, atau
d.      Pada kehamilan lebih dari 40-42 minggu maka ibu dirawat di rumah sakit
5)      Tindakan seksio sesaria dapat di pertimbangkan pada
a.       Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang,
b.      Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin, atau
c.       Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia, hipertensi menahun, anak berharga ( infertilitas) dan kesalahan letak janin.
6)      Pada persalinan pervaginam harus di perhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar, dan kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu di pertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan narkoba, jadi pakailah anastesi konduksi. Jangan lupa perawatan neonatus postmaturitas perlu di bawah pengawasan dokter anak.

C.    INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)
1.      Pengertian
a.       Kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. IUFD sering di jumpai baik pada kehamilan di bawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu. (rustam mochtar,2011:157)
b.      Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2004)
c.       Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2005)

2.      Etiologi
Lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain.
a.       Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.
b.      Preeklampsi dan eklampsia
c.       Penyakit-penyakit kelainan darah.
d.      Penyakit infeksi dan penyakit menular
e.       Penyakit saluran kencing
f.       Penyakit endokrin: diabetes melitus
g.      Malnutrisi
(Rustam mochtar,2011:157)



3.      Batasan Kematian Janin
Menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir dengan berat badan <1000 gram. Menurut Prawiroharjo, kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
a.       Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
b.      Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.
c.       Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)
d.      Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

4.      Diagnosis
1)      Anamnesis
a.       Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang.
b.      Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.
c.       Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan.
2)      Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3)      Palpasi
a.       Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan janin.
b.      Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4)      Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ)
5)      Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
6)      Rontgen foto abdomen
a.       Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
b.      Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
c.       Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
d.      Tanda Spalding : overlapping tulang-tulang kepala ( sutura ) janin
e.       Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
f.       Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat
7)      Ultrasonografi : tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan janin

5.      Penanganan Kematian Janin Dalam Kandungan
1)      Penanganan Pasif
a.       Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu
b.      Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu
2)      Penanganan Aktif
a.       Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi atau kuretase.
b.      Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam (Achdiat, 2004)

D.    Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
1.      Pengertian
IUGR adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil yang tidak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal karena terhambat oleh factor maternal, fetal atau plasenta. (Harper, 2004, Peleg, 1998, Manning, 1995, Wolstenholme, 2000)

2.     Penyebab terjadinya hambatan pertumbuhan janin
Penyebab terjadinya hambatan pertumbuhan janin antara lain:
1)          Penyebab maternal: hipertensi kronik, pregnancy-induced hypertension, penyakit jantung sianotik, diabetes melitus, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi energi-protein (MEP), penggunaan obat-obat terlarang, malformasi uterus, thrombophilia, kehamilan pada remaja, status sosial-ekonomi yang rendah, grand-multiparity, dll.
2)          Penyebab janin: faktor genetik, malformasi kongenital, abnormalitas kromosom, penyakit kardiovaskuler, infeksi kongenital, inborn error of metabolism.
3)          Penyebab plasenta: insufisiensi plasenta (pada kehamilan postmatur), abnormalitas insersi plasenta, hemangioma, infark plasenta, abnormalitas plasenta, abruptio plasenta kronik, plasenta previa, kelainan tali pusat (lilitan tali pusat), dll.

3.      Diagnosa
Untuk mendiagnosis hambatan pertumbuhan janin, ada beberaoa cara yang dapat dilakukan pada periode antenatal:
1)                   Mengkaji riwayat obstetri dan riwayat penyakit ibu, misalnya hipertensi pada kehamilan, atau pre-eklampsia.
2)                   Pemeriksaan fisik: pemeriksaan tinggi fundus uteri
3)                   Pemeriksaan ultrasonografi (USG), khususnya mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar perut (AC), dan panjang tulang paha (FL)
a.       Mengukur rasio BPD/AC: untuk mendeteksi adanya IUGR asimetris
b.      Mengukur rasio FL/AC: untuk memprediksi adanya IUGR.
4)                   Mengukur volume cairan amnion. Adanya oligohidramnion menandakan berkurangnya aliran darah ke ginjal janin dan berkurangnya urin yang diproduksi oleh janin.
5)                   Mengukur aliran darah dengan menggunakan USG Doppler, untuk mengetahui efektivitas aliran darah dari ibu ke janin melalui plasenta.
6)                   Mengukur parameter biokimia: mengukur kadar HPL (Human Placental Lactogen), mengukur kadar estriol.

4.      Penatalaksanaan
Tatalaksana IUGR bertujuan untuk melahirkan bayi IUGR sematang mungkin pada kondisi terbaik. Tata laksana yang dapat dilakukan pada masa antenatal antara lain:
1)              Penilaian kelainan kromosom, saat ini bisa dilakukan dengan non-invasive prenatal test (NIPT) untuk menilai ada atau tidaknya kelainan kromosom pada janin yang dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.
2)              Surveillance bayi kecil, dengan cara:
a.       Pemeriksaan doppler arteri umbilikalis untuk menilai adanya peningkatan indeks resistensi pada arteri umbilikalis.
b.      Menilai indeks cairan amnion
c.       Pemeriksaan profil biofisik janin, menggabungkan beberapa pengukuran termasuk gerak napas janin.
d.      Pemeriksaan kardiotokorgafi (CTG).
Pengakhiran kehamilan yang tepat untuk IUGR adalah dengan mempertimbangkan metode persalinan dan risiko persalinan yang akan ditemui. Dokter spesialis kebidanan diharapkan berkolaborasi dengan dokter sepsialis anak pada saat akan melakukan pengakhiran kehamilan, dan juga memberikan informed consent kepada ibu dan keluarganya mengenai keadaan janin pada saat akan dilakukan pengakhiran kehamilan. Sementara itu, intervensi antepartum alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan penghentian merokok, pemberian aspirin (masih dalam kontroversi), pemberian steroid (untuk usia kehamilan < 36 minggu).
Pada saat pengakhiran kehamilan (intrapartum), diharapkan adanya kolaborasi yang baik antara dokter spesialis kebidanan dengan tim neonatal, termasuk tersedianya tenaga resusitasi neonatus yang terlatih, serta pemantauan ketat selama periode intrapartum.
5.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari hambatan perkembangan janin intrauterin adalah sebagai berikut:
1)                Hipoksia: asfiksia perinatal, hipertensi pulmonal persisten, aspirasi mekonium.
2)                Termoregulasi: hipotermia karena jumlah lemak subkutan sedikit dan peningkatan rasio permukaan tubuh/volume.
3)                Metabolik: hipoglikemia karena pennyimpanan glikogen rendah, glukoneogenesis masih rendah, peningkatan basal metabolic rate (BMR); hipokalsemia akibat rendahnya kadar glukagon yang akan memicu sekresi calcitonin.
4)                Hematologis: hiperviskositas dan polisitemia akibat peningkatan kadar eritropoietin yang disebabkan oleh hipoksia.
5)                Imunologis: peningkatan katabolisme protein, rendahnya prealbumin dan imunoglobulin yang mengakibatkan  menurunnya imunitas seluler dan humoral.







DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius

Manuaba,Ida Ayu Chandranita.2005.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.Jakarta:EGC

Mochtar, Rustam.2011.Sinopsis Obstetri Jilid 1.Jakarta:EGC

Nugroho,Taufan.2012.Obsgyn Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta:Nuha Medika

Prawirohardjo, Sarwono.2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono.2014.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo