A. PERSALINAN PREMATUR
1.
Pengertian
a.
Persalinan preterm
adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 20-37 mingggu. (Arie
Mansjoer.2001:274)
b.
Partus Prematurus
adalah kehamilan 28-37 minggu dengan berat badan lahir 1000-2500 gram. ( Rustam
Mochtar.2011:153)
c.
Persalinan prematur
adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara
20-37 minggu) atau berat badan janin kurang dari 2500 gram. ( Sarwono.2009:300)
d.
Persalinan preterm
adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir. ( ACOG
1995 dalam Sarwono.2014:668)
e.
Persalinan prematur
adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram. ( Manuaba.2010:294)
2.
Etiologi
Persalinan prematur sulit di duga dan sulit dicari
penyebabnya, sehingga pengobatannya sukar dapat di terapkan dengan pasti.
Beberapa faktor yang menyebabkan persalinan prematur adalah:
a.
Kondisi umum
a)
Keadaan sosial
ekonomi rendah: kurang gizi, anemia, perokok berat (lebih dari 10 batang
/hari), umur ibu terlalu muda atau telalu tua di atas 35 tahun.
b)
Penyakit ibu yang
menyertai kehamilan: tekanan darah tinggi, penyakit diabetes, penyakit jantung
atau paru, penyakit endokrin, terdahapat faktor rhesus.
b.
Penyulit kebidanan.
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan
prematur di antaranya:
a)
Hidramnion,
kehamilan kembar, preeklamsia / eklamsia.
b)
Perdarahan
antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
c)
Ketuban pecah dini:
terjadi gawat janin, suhu tubuh tinggi.
c.
Kelainan anatomi
rahim karena keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini ( servik
inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks) dan kelainan kongenital
rahim ( uterus arkuatus, uterus septus), atau infeksi pada vagina asenden
(naik) menjadi amnionitis. ( Manuaba.2010:295)
Faktor resiko prematuritas dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Faktor resiko mayor
a)
Kehamilan multipel
b)
Hidramnion
c)
Anomali uterus
d)
Serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
e)
Serviks mendatar
atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
f)
Riwayat abortus
pada trimester II lebih dari 1 kali
g)
Riwayat persalinan
preterm sebelumnya
h)
Operasi abdominal
pada kehamilan preterm
i)
Riwayat operasi
konisasi
j)
Iritabilitas uterus
b.
Faktor resiko minor
a)
Penyakit yang
disertai demam
b)
Perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
c)
Riwayat
pielonefritis
d)
Merokok lebih dari
10 batang/hari
e)
Riwayat abortus
pada trimester II
f)
Riwayat abortus
pada trimester I lebih dari 2 kali
(
Taufan nugroho.2012:150)
3.
Patofisiologis Persalinan Prematur
Secara
umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan yaitu :
1)
Aktivasi prematur dari
pencetus terjadinya persalinan
2)
Inflamasi/infeksi
3)
Perdarahan plasenta
4)
Peregangan yang
berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan
stres dan anxietas yang biasa terjadi pada primipara muda yang mempunyai
predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi
prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan
menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya
insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres
pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin
Releasing Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH),
prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8,
cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen
plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah
decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan
cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan
prematur. Infeksi
intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory
sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH,
yang akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin
dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam
meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks
dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme
yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan
hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada
plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa
(protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan
berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar,
polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus
atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8,
prostaglandin, dan COX-2.12
4.
Manifestasi Klinis
Sering
terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm. Tidak
jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman
proses persalinan. Beberapa kriteria dapat di pakai sebagai diagnosis ancaman
persalinan preterm, yaitu:
a.
Kontraksi yang
berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10
menit.
b.
Adanya nyeri
punggung bawah ( low back pain)
c.
Perdarahan bercak
d.
Perasaan menekan
daerah serviks
e.
Pemeriksaan servik
menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50-80%
f.
Presentasi janin
rendah, sampai mencapai spina isiadika
g.
Selaput ketuban pecah
merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
h.
Terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu.
(
Sarwono.2014:671)
5.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Laboratorium
a.
Pemeriksaan kultur
urine
b.
Pemeriksaan gas dan
pH darah janin
c.
Pemeriksaan darah
tepi ibu: jumlah leokosit
d.
C-reactive protein.
CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan di deteksi
berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik non
spesifik kuman Pneumococcus yang di sebut fraksi C. CRP di bentuk di hepatosit
sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2)
Amniosintesis
a.
Hitung leokosit
b.
Pewarnaan gram
bakteri (+) pasti amnoinitis
c.
Kultur
d.
Kadar IL-1, IL-6
e.
Kadar glukosa
cairan amnion
3)
Pemeriksaan
Ultrasonografi
a.
Oligohidramnion:
Goulk dkk, mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis
klinis antepartum. Vintzileos dkk, mendapati hubungan antara oligohidramnion
dengan koloni baktari pada amnion.
b.
Penipisan serviks:
Iams dkk, mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat di pastikan
akan terjadi persalinan preterm.
c.
Sonografi serviks transperineal
lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada
kasus KPD dan plasenta previa
d.
Kardiotografi:
kesejahteraan janin, frekuensi, dan kekuatan kontraksi. ( Taufan
Nugroho.2012:152)
Menurut Arief
Mansjoer,2001:274, pemeriksaan penunjang untuk persalian prematur yaitu:
a.
Pemeriksaan darah
lengkap dan hitung jenis
b.
Urinalisis
c.
Ultrasonogram untuk
melihat taksiran berat janin, posisi janin, dan letak plasenta
d.
Amniositesis untuk
melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin, sfingomielin,
surfaktan, dll.
6.
Penatalaksanaan
Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke rumah sakit,
cari apakan ada faktor penyulit, dinilai apakah termasuk resiko tinggi atau
rendah.
1)
Sebelum dirujuk
a.
Berikan air minum
1.000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakan kontaksi berhenti atau tidak
b.
Bila kontraksi
masih berlanjut, berikan obat tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral dosis
tunggal sebagai pilihan pertama atau ritodrin 10 mg peroral dosis tunggal sebagai
pilihan kedua, atau ibuprofen 400 mgperoral dosis tunggal sebagai pilihan
ketiga
c.
Bila pasien menolak
dirujuk, pasien harus istirahat baring dan banyak minum, tidak diperbolehkan
bersenggama. Pasien diberi tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral tiap 6 jam
atau ritodrin 10 mg peroral tiap 4 jam atau ibu profen 400 mg peroral tiap 8
jam sampai 2 hari bebas kontraksi.
d.
Persalinan tidak
boleh di tunda bila ada kontraindikasi mutrak (gawat janin, korioamnionitis,
perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relatif ( gestosis,
diabetes millitus, pertumbuhan janin terhambat, dan pembukaan servik 4 cm).
2)
Di rumah sakit
a.
Observasi pasien
setiap 30-60 menit. Penatalaksaannya tegantung kontraksi uterus serta dilatasi
dan pembukaan serviks.
a)
Hidrasi dan sedasi,
yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9%, dekstrosa 5% atau ringer laktatrdekstrosa 5%
sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 8-12 mg im selama 1 jam sambil
mengobservasi ibu dan janin.
b)
Pasien kemudian di
kelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
Kelompok I :
Pembukaan serviks terus berlangsung maka di beri tokolisk
Kelompok II :
Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi maka di beri
tokolisis
Kelompok III :
Tidak ada perubahan pembukaan dan
kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya di observasi
Berikan
tokolisis bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu, pembukaan
serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada. Jenis tokolisis adalah
beta mimetik adrenergik, magnesium sulfat 4 g ( 200 ml MgSo4 10% dalam 800 ml
dekstrosa 5% dengan tetesan 100 ml/jam), etil alkohol dan glukokortikoid
(contoh deksanietason 12 fhg perhari selama 3 hari).
Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi
kepala atau dilakukan episiotomi lebar dan ada perlindungan forseps terutama
pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesaria bila janin
letak sungsang, gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi,
infeksi intrapartum dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin
letak lintang, plasenta previa, dan taksiran berat janin 1.500 g. (Arief
Mansjoer. 2001:274)
7.
Perawatan Neonatus
Untuk perawatn bayi preterm baru lahir perlu di
perhatikan keadaan umum, biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik, dan
kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah
kedinginan, pernafasan yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat di
perlukan untuk mencegah hipotermia pada neonatus ( suhu badan di bawah 36,50c
), bila mungkin bayi sebaiknya di rawat cara kanguru untuk menghindarkan hipotermi.
Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI di berikan lebih sering, tetapi bila tidakk mungkin,
diberikan dengan sonde atau di pasang infus. Semua bayi baru lahir harus
mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil
berlangsung pada fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan
personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif. (
Sarwono,2014:675)
B.
PERSALINAN POSTMATUR
1.
Pengertian
a.
Kehamilan posterm,
disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan,
prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/pos datisme atau pasca matur
adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus
haid rata-rata 28 hari ( WHO 1977, FIGO 1986 dalam Sarwono, 2014:686)
b.
Kehamilan lewat
waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu. (
Sarwono,2009:305)
c.
Kehamilan serotinus
adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih,
pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir di
ketahui dengan pasti. (Taufan Nugroho, 2012:142)
2.
Etiologi
Etiologi
pasti belum di ketahui. Faktor yang di kemukakan adalah hormonal, yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor
heriditer, karena posmaturitas sering di jumpai pada suatu keluarga tertetu.
3.
Manifestasi Klinis
1)
Keadaan klinis yang
dapat di temukan ialah gerak janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang
dari 7 kali / 20 menit atau secara obyektif dengan kardiotokografi kurang dari
10 kali/20 menit.
2)
Pada bayi akan di
temukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
a.
Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi
maserasi sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas
b.
Staduim II : seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium
( kehijauan ) di kulit.
c.
Stadium III :
seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku kulit, dan tali
pusat. ( Tufan Nugroho, 2001: 276)
4.
Pemeriksaan Penunjang
1)
USG untuk menilai
usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta
2)
KTG untuk menilai
ada tidaknya gawat janin
3)
Penilaian warna air
ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi
( tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan
oksitosin)
4)
Pemeriksaan
sitologi vagina dengan indekskariopiknotik > 20%. ( Taufan Nugroho, 2001:276)
5.
Penatalaksanaan
1)
Setelah usia
kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
2)
Apabila tidak ada
tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat di tunggu dengan
pengawasan spontan.
3)
Lakukan pemeriksaan
dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sedah matang maka boleh dilakukan
induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi
4)
Bila
a.
Riwayat kehamilan
yang lalu ada kematian janin dalam rahim,
b.
Terdapat
hipertensi, preeklamsia dan
c.
Kehamilan ini
adalah anak pertama karena infertilitas, atau
d.
Pada kehamilan
lebih dari 40-42 minggu maka ibu dirawat di rumah sakit
5)
Tindakan seksio
sesaria dapat di pertimbangkan pada
a.
Insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang,
b.
Pembukaan yang
belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin, atau
c.
Pada primigravida
tua, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia, hipertensi menahun, anak
berharga ( infertilitas) dan kesalahan letak janin.
6)
Pada persalinan
pervaginam harus di perhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi,
janin postmatur kadang-kadang besar, dan kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik
dan distosia janin perlu di pertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih
peka terhadap sedatif dan narkoba, jadi pakailah anastesi konduksi. Jangan lupa
perawatan neonatus postmaturitas perlu di bawah pengawasan dokter anak.
C.
INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)
1.
Pengertian
a.
Kematian janin
dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan. IUFD sering di jumpai baik pada kehamilan di bawah 20 minggu maupun
sesudah kehamilan 20 minggu. (rustam mochtar,2011:157)
b.
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika
masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20
minggu atau lebih (Achadiat, 2004)
c.
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.
Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak
bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung,
pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2005)
2.
Etiologi
Lebih dari 50% kasus, etiologi
kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya
dengan pasti. Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam
kandungan, antara lain.
a.
Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.
b.
Preeklampsi dan eklampsia
c.
Penyakit-penyakit kelainan darah.
d.
Penyakit infeksi dan penyakit menular
e.
Penyakit saluran kencing
f.
Penyakit endokrin: diabetes melitus
g.
Malnutrisi
(Rustam mochtar,2011:157)
3. Batasan Kematian Janin
Menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada
waktu lahir dengan berat badan <1000 gram. Menurut Prawiroharjo, kematian
janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
a.
Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
b.
Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.
c.
Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
foetal death)
d.
Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
di atas.
4.
Diagnosis
1)
Anamnesis
a.
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan
janin sangat berkurang.
b.
Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil
atau kehamilan tidak seperti biasa.
c.
Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa
sakit-sakit seperti mau melahirkan.
2)
Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan
janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3)
Palpasi
a.
Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin.
b.
Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin.
4)
Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral
maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ)
5)
Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif
setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.
6)
Rontgen foto abdomen
a.
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
b.
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
c.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
d.
Tanda Spalding : overlapping tulang-tulang kepala ( sutura ) janin
e.
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
f.
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat
7)
Ultrasonografi : tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan
janin
5. Penanganan Kematian Janin Dalam
Kandungan
1)
Penanganan Pasif
a.
Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu
b.
Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu
2)
Penanganan Aktif
a.
Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi
atau kuretase.
b.
Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan
dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan
pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam (Achdiat, 2004)
D. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
1.
Pengertian
IUGR
adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil yang tidak
dapat mencapai pertumbuhan yang optimal karena terhambat oleh factor maternal,
fetal atau plasenta. (Harper, 2004, Peleg, 1998, Manning, 1995, Wolstenholme,
2000)
2.
Penyebab terjadinya hambatan pertumbuhan
janin
Penyebab
terjadinya hambatan pertumbuhan janin antara lain:
1)
Penyebab maternal: hipertensi kronik,
pregnancy-induced hypertension, penyakit jantung sianotik, diabetes melitus,
hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi energi-protein (MEP), penggunaan
obat-obat terlarang, malformasi uterus, thrombophilia, kehamilan pada remaja,
status sosial-ekonomi yang rendah, grand-multiparity, dll.
2)
Penyebab janin: faktor genetik, malformasi
kongenital, abnormalitas kromosom, penyakit kardiovaskuler, infeksi kongenital,
inborn error of metabolism.
3)
Penyebab plasenta: insufisiensi plasenta (pada
kehamilan postmatur), abnormalitas insersi plasenta, hemangioma, infark
plasenta, abnormalitas plasenta, abruptio plasenta kronik, plasenta previa,
kelainan tali pusat (lilitan tali pusat), dll.
3.
Diagnosa
Untuk
mendiagnosis hambatan pertumbuhan janin, ada beberaoa cara yang dapat dilakukan
pada periode antenatal:
1)
Mengkaji riwayat obstetri dan riwayat penyakit ibu,
misalnya hipertensi pada kehamilan, atau pre-eklampsia.
2)
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan tinggi fundus uteri
3)
Pemeriksaan ultrasonografi (USG), khususnya
mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar perut (AC), dan panjang tulang paha
(FL)
a. Mengukur
rasio BPD/AC: untuk mendeteksi adanya IUGR asimetris
b. Mengukur
rasio FL/AC: untuk memprediksi adanya IUGR.
4)
Mengukur volume cairan amnion. Adanya
oligohidramnion menandakan berkurangnya aliran darah ke ginjal janin dan
berkurangnya urin yang diproduksi oleh janin.
5)
Mengukur aliran darah dengan menggunakan USG
Doppler, untuk mengetahui efektivitas aliran darah dari ibu ke janin melalui
plasenta.
6)
Mengukur parameter biokimia: mengukur kadar HPL
(Human Placental Lactogen), mengukur kadar estriol.
4.
Penatalaksanaan
Tatalaksana
IUGR bertujuan untuk melahirkan bayi IUGR sematang mungkin pada kondisi
terbaik. Tata laksana yang dapat dilakukan pada masa antenatal antara lain:
1)
Penilaian kelainan kromosom, saat ini bisa
dilakukan dengan non-invasive prenatal test (NIPT) untuk menilai ada atau
tidaknya kelainan kromosom pada janin yang dapat menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat.
2)
Surveillance bayi kecil, dengan cara:
a. Pemeriksaan
doppler arteri umbilikalis untuk menilai adanya peningkatan indeks resistensi
pada arteri umbilikalis.
b. Menilai
indeks cairan amnion
c. Pemeriksaan
profil biofisik janin, menggabungkan beberapa pengukuran termasuk gerak napas
janin.
d. Pemeriksaan
kardiotokorgafi (CTG).
Pengakhiran kehamilan yang tepat untuk IUGR adalah
dengan mempertimbangkan metode persalinan dan risiko persalinan yang akan
ditemui. Dokter spesialis kebidanan diharapkan berkolaborasi dengan dokter
sepsialis anak pada saat akan melakukan pengakhiran kehamilan, dan juga
memberikan informed consent kepada ibu dan keluarganya mengenai keadaan janin
pada saat akan dilakukan pengakhiran kehamilan. Sementara itu, intervensi
antepartum alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan penghentian merokok,
pemberian aspirin (masih dalam kontroversi), pemberian steroid (untuk usia
kehamilan < 36 minggu).
Pada saat pengakhiran kehamilan (intrapartum),
diharapkan adanya kolaborasi yang baik antara dokter spesialis kebidanan dengan
tim neonatal, termasuk tersedianya tenaga resusitasi neonatus yang terlatih,
serta pemantauan ketat selama periode intrapartum.
5.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat timbul dari hambatan perkembangan janin intrauterin adalah sebagai
berikut:
1)
Hipoksia: asfiksia perinatal, hipertensi pulmonal
persisten, aspirasi mekonium.
2)
Termoregulasi: hipotermia karena jumlah lemak
subkutan sedikit dan peningkatan rasio permukaan tubuh/volume.
3)
Metabolik: hipoglikemia karena pennyimpanan
glikogen rendah, glukoneogenesis masih rendah, peningkatan basal metabolic rate
(BMR); hipokalsemia akibat rendahnya kadar glukagon yang akan memicu sekresi
calcitonin.
4)
Hematologis: hiperviskositas dan polisitemia akibat
peningkatan kadar eritropoietin yang disebabkan oleh hipoksia.
5)
Imunologis: peningkatan katabolisme protein,
rendahnya prealbumin dan imunoglobulin yang mengakibatkan menurunnya imunitas seluler dan humoral.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius
Manuaba,Ida Ayu Chandranita.2005.Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.Jakarta:EGC
Mochtar, Rustam.2011.Sinopsis Obstetri Jilid
1.Jakarta:EGC
Nugroho,Taufan.2012.Obsgyn Obstetri dan Ginekologi
untuk Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta:Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono.2009.Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono.2014.Ilmu
Kebidanan.Jakarta:PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo